Kisah Seorang Anak Yang Menumbangkan “Ulama” Sombong

  • Kamis, 15 Agustus 2019
  • 254 views
Kisah Seorang Anak Yang Menumbangkan “Ulama” Sombong

Alkisah di masa Imam Abu Hanifah masih kanak2, sekitar umur 7 tahun, ada seorang ulama yang memiliki ilmu banyak dan tiada tandingnya bernama Dahriyah.

Semua ulama pada masa itu tiada yang mampu menandinginya ketika berdebat, terutama dalam bab Tauhid.
Maka timbullah sifat sombongnya hingga dia berani berkata Allah tidak ada.

Sayangnya belum ada ulama yang mampu mengalahkan dia dalam berdebat, sampai tiba pada suatu pagi ketika para ulama dikumpulkan di suatu Majlis milik Syeikh Himad, guru Imam Abu Hanifah, yang pada hari itu anak bernama Abu Hanifah juga hadir di majelis itu.

Dahriyah naik ke mimbar dan berkata dengan congkak dan sombongnya:
Siapakah di antara kalian hai para ulama yang sanggup menjawab pertanyaanku?

Sejenak suasana hening, para ulama semua diam, tiba-tiba berdirilah Abu Hanifah dan berkata;

Abu Hanifah:
Pertanyaan apa ini?
Siapa yg tahu pasti akan jawab pertanyaanmu!

Dahriyah:
Siapa kamu hai budak ingusan, berani kamu berkata begitu denganku. Tidakkah kamu tahu, bahwa halayakramai yang telah berusia, bersorban besar, para pegawai, dan para pemilik jubah kebesaran, mereka semua kalah dan tidak dapat menjawab pertanyaanku, kamu masih ingusan dan kecil berani menantangku!!

Abu Hanifah:
Allah tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada pemilik sorban yang besar, para pegawai dan para pembesar, tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada ulama tertentu.

Dahriyah:
Apakah kamu akan menjawab pertanyanku?

Abu Hanifah:
Ya saya akan menjawab pertanyaan tuan dengan petunjuk Allah.

Dahriyah:
Apakah Allah itu ada?

Abu Hanifah:
Ya, ada!
*Dahriyah;
Dimana Dia?
*Abu Hanifah:*
Dia Allah, tiada tempat bagi Dia!

Dahriyah:
Bagaimana bisa kata ada bila Dia tidak bertempat?
Abu Hanifah:
Dalilnya ada di badan tuan, yaitu roh. Saya tanya, kalau tuan yakin roh itu ada, di mana tempatnya? Di kepala, di perut atau di kaki tuan?

Dahriyah diam seribu bahasa dengan muka malu.
Abu Hanifah minta air susu dari gurunya, Syeikh Himad dan nanya Dahriyah;
Apakah tuan yakin susu ini manis?

Dahriyah:
Ya saya yakin susu itu manis.
Abu Hanifah:
Kalau tuan yakin ada manisnya, saya tanya apakah manisnya di bawah, di tengah, atau di atas?
Dahriyah diam lagi dengan rasa malu.

Abu Hanifah meneruskan;
Seperti roh atau manis yang tidak bertempat, demikianlah Allah tidak bertempat didunia ataupun di Arash.

Dahriyah tanya lagi;
Sebelum Allah itu apa dan setelah Allah itu apa?
Abu Hanifah:
Tiada apa-apa sebelum Allah dan sesudahnya tidak ada apa-apa.

Dahriyah:
Bagaimana bisa jelaskan bila sebelum dan sesudahnya tak ada apa-apa?
Abu Hanifah:
Dalilnya ada di jari tangan tuan, apakah sebelum ibu jari dan apakah setelah kelingking?
Dan apakah tuan boleh terangkan ibu jari 👍 dulu atau kelingking 🤙 dulu?
Demikianlah sifat Allah, ada sebelum semuanya ada dan tetap ada bila semua tiada. Itulah makna kalimat ada bagi Allah.

Dahriyah dimalukan lagi, dia berkata:
Satu lagi pertanyaan saya, Allah sedang bebuat apa sekarang?
*Abu Hanifah :
Tuan telah membalikkan fakta, seharusnya yang bertanya itu di bawah mimbar dan yang ditanya diatas.
Dahriyah pun turun dari mimbar dan Abu Hanifah naik keatas.

Dahriyah:
Allah sedang buat apa sekarang?
Abu Hanifah:
Allah sekarang menjatuhkan orang yang tersesat seperti tuan ke bawah jurang neraka dan menaikkan yang benar seperti saya keatas mimbar keagungan.

Maha Suci Allah yang telah menyelamatkan keyakinan Islam melalui seorang anak berusia 7 tahun.

Dipetik dari Kitab Fathul Majid, karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani Asy-Syafi’ie., والله اعلم